Recents in Beach

Hukum Berpuasa, Tapi Meninggalkan Shalat



Kewajiban seorang muslim salah satunya ialah shalat. Sebagaimana Ibadah pokok yang wajib dikerjakan bagi yang sudah memenuhi persyaratan. Shalat dan puasa termasuk ke dalam rukun islam, yang diwajibkan kepada umat muslim yang suci dan sudah baligh. Di bulan Puasa Ramadhan ini banyak orang yang berlomba-lomba menunaikan shalat fardhu berjamaah, tak hanya itu shalat sunnah pun tidak ketinggalan. Tak sedikit manusia yang lalai dalam menjalankan ibadah shalat wajib.


وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قاَلَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا )) رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيثٌ حَسَنٌ ))

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan.) [HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.] 


Dari Buraidah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ.

Artinya: “Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir”.


Yang menjadi pertanyaan public, bagaimana hukum orang yang melaksanakan puasa tetapi meninggalkan shalat? Apakah puasanya sah mengingat shalat adalah amalan utama dan pokok bagi muslim? 


Sebelum menjawab lebih tepatnya, kita harus menanyakan secara rinci apa sebab orang tersebut tidak melaksanakan shalat serta alasan apa yang mendasar. Apakah orang tersebut mengingkari kewajiban atau malah malas. Karena antara kedua alasan terdapat hukum yang berbeda-beda. 


Terdapat hadist yang menjelaskan Hasan Bin Ahmad al-Kaf dalam Taqriratus Sadidah fi Masail Mufidah: 

له حالتان: فتارة يتركها جحودا وتارة يتركها كسلا: إذا تركها جحودا، أي: معتقدا أنها غير واجبة هو كالمرتد........،  إذا تركها كسلا: وذلك بأن أخرجها عن وقت الضرورة فهو مسلم


 Artinya : “Ada 2 kondisi orang yang meninggalkan shalat: meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya dan meninggalkan shalat karena malas. Orang yang masuk kategori pertama, maka ia dihukumi murtad. Sementara orang yang meninggalkan karena malas, hingga waktu habis, maka ia masih dikatakan muslim.”  


Dijelaskan bahwa orang yang tidak mengerjakan shalat sebab mengingkari kewajiban maka puasanya secara otomatis batal. Karena ia sudah dianggap murtad dan keluar dari islam, hal tersebut termasuk yang dapat membatalkannya. Sementara dengan orang yang meninggalkan shalat karena malas, maka puasanya tidak batal secara ensensial dan statusnya masih dianggap muslim. 


Seperti yang dijelaskan dalam Taqriratus Sadidah disebutkan: 

بطلات الصوم هي قسمان: قسم يبطل ثواب الصوم لا الصوم نفسه، فلا يجب عليه القضاء، وتسمى محبطات. وقسم يبطل الصوم وكذلك الثواب – إن كان بغير عذر- فيجب فيه القضاء، وتسمى مفطرات


Artinya : “Pembatalan puasa dibagi menjadi dua kategori: pertama, pembatalan yang merusak pahala puasa, namun tak membatalkan puasa itu sendiri. Kategori ini dinamakan muhbithat (merusak pahala puasa) dan tak diwajibkan qadha; kedua, sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan merusak pahalanya. Bila melakukan tanpa udzur, maka wajib mengqadha puasa di hari lainnya. Kategori ini dinamakan mufthirat (membatalkan puasa).


Dalam hadist ini dijelaskan meskipun tidak membatalkan puasa secara esensial atau secara hukum fiqh dan tidak diwajibkan qadha, tetapi puasanya tak bernilai apa-apa, pahalanya pun berkurang.


Pasalnya yang perlu digaris bawah, seharusnya kita memuliakan Ramadhan dan menghidupkan dengan ibadah terutama yang wajib. Sedangkan batal atau tidaknya berpuasa, meninggalkan shalat baik di bulan Ramadhan maupun tidak, amat sangatlah disayangkan. 


Fd. 

Posting Komentar

0 Komentar