Recents in Beach

Bolehkah mengerjakan shalat tarawih dengan shalat cepat? Ini panduannya!


Shalat Tarawih adalah salah satu praktik yang menghidupkan malam Ramadhan, ibadah ini memiliki banyak sekali keutamaan-keutamaan yang memang sudah ada dalam landasan hadits Rasulullah. Ada saja yang memandang `negatif` terhadap pelaksanaan shalat tersebut, karena dilakukan dengan cepat. Sebenarnya tidak masalah jika dilakukan dengan shalat cepat, sebab selama syarat dan rukun shalat tersebut terpenuhi dengan tertib dan baik, maka akan sah secara fiqh. Adapun hal yang menanyakan soal diterima atau tidaknya oleh Allah SWT, itu hak prerogratif Allah dalam menerima ataupun sebaliknya. 


"Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni dosa yang telah lampau." (HR. Bukhari, Muslim).


Terkadang, shalat cepat dikhawatirkan seperti mengabaikan salah satu rukun di sejumlah shalat. Tetapi, telihat dari dasarnya bahwa pengabaian terhadap bagian dari rukun shalat itu bukan disebabkan karena cepat ataupun lambatnya dalam shalat. Namun kebanyakan itu karena masih kurangnya pemahaman terhadap rukun (fardlu) dalam shalat tersebut. 


Yang perlu diperhatikan bahwa di dalam shalat, terdapat rukun (fardlu) bersifat qauliyah, diantaranya Takbiratul Ihram, Surat Al-Fatihah, Tasyahud, shalawat dalam tasyahud, dan terakhir salam. Adapun bacaan lainya yang termasuk sunnah-sunnah shalat bila ditinggalkan tidak menyebabkan shalat tidak sah atau batal. 


Terdapat hadits yang menjelaskan: 

Menurut mazhab Maliki, Syafi‘i, dan Hanbali adalah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat Al-Bukhari (nomor 6251) dari Abu Hurairah RA: 


إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ بِمَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَسْتَوِيَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا 

Artinya, “Jika engkau menunaikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadap kiblat dan mengucap takbir. Lalu bacalah ayat Al-Qur’an yang menurutmu mudah (Al-Fatihah dan surat). Lalu rukuklah hingga rukuk dengan thuma’ninah. Lantas angkatlah kepala hingga berdiri dengan tegak. Lalu sujudlah hingga sujud dengan thuma’ninah. Lalu bangkitlah hingga duduk dengan thuma’ninah. Lalu sujud kembali hingga sujud dengan thuma’ninah. Lalu bangkitlah hingga duduk dengan thuma’ninah. Kemudian, lakukanlah semua itu dalam seluruh shalatmu,” (HR-Bukhari).


Al-Mausu‘atul Fiqhiyyah sebagai berikut ini: 


وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّ الطُّمَأْنِينَةَ فِي الرُّكُوعِ لَيْسَتْ فَرْضًا، وَأَنَّ الصَّلاَةَ تَصِحُّ بِدُونِهَا؛ لأِنَّ الْمَفْرُوضَ مِنَ الرُّكُوعِ أَصْل الاِنْحِنَاءِ وَالْمَيْل، فَإِذَا أَتَى بِأَصْل الاِنْحِنَاءِ فَقَدِ امْتَثَل، لإِتْيَانِهِ بِمَا يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ الاِسْمُ الْوَارِدُ فِي قَوْله تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ}. الآْيَةَ. أَمَّا الطُّمَأْنِينَةُ فَدَوَامٌ عَلَى أَصْل الْفِعْل، وَالأْمْرُ بِالْفِعْل لاَ يَقْتَضِي الدَّوَامَ.

 Artinya, “Para ulama Hanafi berpendapat bahwa thuma’ninah dalam rukuk bukan fardhu. Sehingga shalat tanpa thuma’ninah adalah sah. Sebab, yang diwajibkan dari rukuk adalah membungkuk dan condong. Bila seseorang sudah membungkuk, sejatinya sudah menunaikan rukuk sesuai dengan istilah rukuk yang disebutkan dalam firman Allah, ‘Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu,’ (Surat Al-Hajj ayat 77). Thuma’ninah itu langgeng pada asal perbuatan. Sedangkan perintah melakukan sesuatu tidak menuntut untuk langgeng. (Lihat Al-Mausu‘atul Fiqhiyyah, jilid XXIII, halaman 128).


NU Online pernah memuat ulasan Abdurrohim, seorang alumni Pondok Pesantren Mamba'us Salam al-Islami Bangkalan Madura yang mengupas kajian fiqih dalam melaksanakan shalat dengan cepat. Rinciannya sebagai berikut:


     1. Niat dan Takbir 

Takbiratul Ihram dilakukan bersamaan dengan niat di dalam hati. Keduanya merupakan bagian daripada rukun shalat. Lafadz takbiratul Ihram adalah Allahu Akbar (الله أكبر) atau Allahul Akbar (الله الأكبر). Dua lafadz takbir ini diperbolehkan, kecuali oleh Imam Malik, sehingga ulama menyarankan agar hanya menggunakan lafadz "Allahu Akbar", untuk menghindari khilaf ulama. 


Niat di dalam hati. Adapun melafadzkan niat dihukumi sunnah agar lisan bisa membantu hati dalam menghadirkan niat. Niat shalat wajib hanya perlu memenuhi 3 unsur, yaitu: (1). Qashdul fi'il (menyengaja suatu perbuatan) seperti lafadh Ushalli (sengaja aku shalat...); (2). Ta'yin (menentukan jenis shalat), seperti Dhuhur, 'Asar, dan lain-lain; dan (3) Fardliyyah (menyatakan kefardluannya), seperti lafadz 'Fardlan'.


 Sedangkan shalat sunnah (kecuali sunnah muthlaq) hanya perlu memenuhi 2 unsur, yaitu Qashdul Fi'li dan Ta'yin. Misalnya shalat tarawih, maka niatnya cukup dengan lafadh "sengaja aku shalat tarawih" atau "sengaja aku shalat qiyam ramadlan", sudah mencukupi. 


     2. Membaca Surah Al-Fatihah 

Membaca surah al-Fatihah hukumnya wajib, tidak bisa ditinggalkan. Dalam hadits shahih dijelaskan bisa ditinggalkan. Dalam hadits shahih dijelaskan "لاصلاةالابفا تحة الكتاب

 (Tidak shalat kecuali dengan surah Al-Fatihah)". Dalam hal ini, diperlukan kemahiran membaca cepat dengan tetap menjaga makhrijul huruf dan tajwidnya. Bila mampu, boleh saja membaca dengan satu kali nafas atau washol seluruhnya selama tidak mengubah makna. 


Membaca surah Al-Qur'an setelah al-Fatihah hukumnya sunnah. Bila ditinggalkan maka tidak disunnahkan sujud sahwi. Oleh karena, Imam hendaknya tetap membaca surah walaupun pendek, bahkan walaupun satu ayat. Sedangkan bagi makmum, sering kali tidak memiliki cukup waktu membaca surah Al-Fatihah bila menunggu imam selesai. Oleh karena itu, makmum hendaknya bisa memperkirakan lama bacaan surah Imam atau membaca al-Fatihah bersamaan dengan Imam, atau pada pertengahan bacaan Al-Fatihah imam lalu disambung kembali saat selesai mengucapkan amin.


     3. Ruku', I'tidal, Sujud dan Duduk di antara Dua Sujud 

Yang terpenting dari rukun-rukun shalat diatas adalah thuma'ninah. Thuma'niah adalah berhenti sejenak setelah bergerak, lamanya sekadar membaca tasbih (Subhanallah). Kira-kira 1 detik atau tidak sampai 1 detik.Bacaan dalam ruku', i'tidal, sujud dan duduk diantara dua sujud hukumnya sunnah, sehingga bisa ditinggalkan. Namun shalat cepat, bacaan tersebut sangat mencukupi untuk membacanya sehingga sebaiknya tidak ditinggalkan. 


    4. Tasyahud 

Tasyahud akhir hukumnya wajib, sehingga tidak boleh ditinggalkan. Sedangkan tasyahhud awal bagi shalat yang lebih dari 2 raka'at hukumnya sunnah, sehingga bisa saja ditinggalkan, tetapi disunnahkan sujud sahwi, baik ditinggalkan karena lupa maupun sengaja. Tasyahhud dibaca secara sir (lirih) berdasarkan ijma' kaum muslimin. Karena Shalat Tarawih dikerjakan dengan dua raka'at satu kali salam, artinya hanya ada tasyahhud akhir. 


Shalat tarawih dikerjakan dengan 2 raka'at satu kali salam, artinya hanya ada tasyahhud akhir. Bacaan Tasyahhud Ada beberapa bacaan tasyahhud sebagaimana dalam riwayat-riwayat hadits. Diantaranya :

 a. Riwayat Ibnu Mas'ud :

 التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّباتُ، السَّلامُ عَلَيْكَ أيُّهَا النَّبيُّ ورحمة الله وبركاته، السلام علينا وعلى عباد چلله الصالحين، أشهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ 


b. Riwayat Ibnu 'Abbas : 

التَّحِيَّاتُ المُبارَكاتُ، الصَّلَواتُ الطَّيِّباتُ لِلَّهِ، السَّلامُ عَلَيْكَ أيُّهَا النَّبيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وبركاته، السلام علينا وعلى عِبادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أشهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ اللَّه، وأن مُحَمَّداً رَسُولُ اللَّهِ 


c. Riwayat Abu Musa al-Asy'ari : 

التَّحِيَّاتُ الطَّيِّباتُ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ، السَّلامُ عَلَيْكَ أيُّهَا النبي ورحمة الله وبركاته، السلام علينا وعلى عِبادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أشهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ اللَّه وأنَّ محَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ


     5. Shalawat Kepada Nabi Saw 

Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw setelah tasyahhud akhir hukumnya wajib, sehingga tidak sah shalat seseorang apabila meninggalkan shalawat. Sedangkan shalawat kepada keluarga Nabi tidak wajib dalam madzhab Syafi'i, namun hukumnya sunnah menurut pendapat yang shahih serta masyhur. Sebagian ulama Syafi'i mengatakan tetap wajib. 


     6. Salam 

Salam dalam rangka keluar dari shalat termasuk bagian daripada rukun/fardlu shalat. Bila ditinggalkan maka tidak sah shalat seseorang. Salam yang sempurna menggunakan lafadh Assalamu'alaikum wa Rahmatullah     السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ   ke kanan satu kali dan ke kiri satu kali. Salam yang wajib hanya satu kali, sedangkan salam kedua hukumnya sunah sehingga bila tidak akan merusak shalat. 



Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107076/sensasi-shalat-tarawih-tercepat-di-dunia

Posting Komentar

0 Komentar